Apakah anda tahu bahwa
kebingungan tidak selamanya merugikan? Ya, hal itu baru saja terjadi tadi sore.
Ketika semua urusan yang diingat dan bisa dilakukan telah rampung, diri
ditinggalkan oleh kesadaran akan kemana tujuan berikutnya. Sempat beberapa kali
berdiam diri dan meminggirkan diri dari hiruk pikuk roda dua dan empat. Sempat dihinggapi
perasaan sendirian namun ide datang tiba-tiba. Impulsivitas tidak selamanya
merugikan dan memberikan dampak yang buruk. Berangkatlah untuk berkeliling
ibukota sambil menghindari langit gelap sore itu.
Ternyata, hal yang selama
ini rela dilakukan tanpa bayaran sama sekali salah satunya adalah menjelajah
ibukota. Entah ada dimana manfaat dari kegiatan ini sehingga bisa menjadi
komoditi. Namun, kesenangan tidak harus dinilai secara industri, bukan? Banyak
hal yang bisa dilihat dari tiap kesempatan hal ini dilakukan. Mulai dari
gedung-gedung menjulang hingga gubuk reyot dari kayu lapuk, mulai dari kotak roda
dua yang didorong-dorong hingga roda empat yang kokoh dan mengkilat. Kesenjangan
sosial masih menjadi sebuah kenyataan yang semakin lumrah terlihat di ibukota. Baru
sadar beberapa waktu lalu saat pertama kalinya mengetahui bahwa ada yang
namanya Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Kementrian
Sosial. Kira-kira apa yang mereka lakukan ya? Baiklah, tidak perlu dibahas
lebih jauh karena hanya bisa tersenyum ketika situsnya dibuka dan dibaca.
Sore itu,
pas sekali dengan jam pulang kantor dimana jalanan ibukota, bahkan pada
tanggal-tanggal menjelang libur pergantian tahun dan setelah hari raya agama,
masih saja dipenuhi kemacetan walaupun tidak separah hari biasanya. Banyak orang
dari kalangan pekerja, tua muda, pria wanita, yang sedang keluar kantor, menunggu angkutan
umum, menunggu jemputan suami atau pacar mungkin, atau sama sekali tidak ada
yang ditunggu, hanya termenung melihat kemacetan sambil memikirkan nasib yang
masih belum tentu berubah dalam beberapa tahun ke depan.
Ekspresi
sore itu begitu kaya dan mungkin terus berulang. Kemudian memutuskan untuk
masuk ke sebuah belokan di daerah perkantoran elit. Ternyata belokan ini adalah
belokan yang mampu membelokkan semua persepsi akan kesan dari daerah
perkantoran elit yang biasa hanya terlihat kulitnya saja. Suburban istilahnya
bila tidak salah, begitu menarik karena masih saja eksis diantara gedung-gedung
yang mencakar langit dan mengakar dalam ke bumi tersebut, perkantoran yang
berdiri anggun serta angkuh diantara masyarakat sederhana yang masih
mengandalkan siskamling lengkap dengan posnya. Belum berhasil ditemukan
alasannya mengapa diri begitu tertarik dengan suasana disana, lengkap dengan
hiasan gedung-gedung yang selalu menyapa lewat jendela tiap pagi dan sore hari.
Interaksi orang-orang yang teramati begitu menarik dan menyenangkan untuk
dinikmati dari atas kuda besi maupun dari warung kopi di sisi jalan. Ingin sekali
bisa berinteraksi dengan mereka dan menanyakan beberapa hal untuk menggambarkan
kondisi psikologis mereka yang hidup hampir terjepit tuntutan ekonomi dan
gedung.
Oh ya,
diantara perumahan sederhana tersebut juga berdiri berbagai rumah singgah yang
lumayan mewah, rumah-kantor yang berpagar tinggi-tinggi, bahkan apartemen skala
kecil, entah apa namanya. Beberapa kali terlihat para ekspat yang keluar masuk
mobil maupun rumah-rumah besar itu. Denyut ekonomi masyarakat terasa dan
diperkirakan berasal dari mereka-mereka yang tinggal di beberapa kos yang ada
disana, tentunya bukan dari yang tinggal di rumah-rumah besar yang terlihat
angkuh dan eksklusif itu. “Kos Khusus
Wanita Baik2” Salah satu papan kecil dengan panah yang menunjuk ke arah
sebuah gang seukuran satu mobil. Rasanya agak tergelitik geli dan penasaran
sebenarnya ada apa dengan rumah kos itu sehingga sedemikian gamblangnya
menyebutkan kriteria khusus untuk penghuninya. Sempat terpikir juga, apakah
terdapat sesuatu yang tidak terlihat yang terjadi pada daerah itu? Perjalanan
satu kali dirasa belum cukup untuk menjawab pertanyaan akan hal-hal yang tidak
terlihat.
Setelah
menemukan ujung dari jalan yang ternyata macet, putar arah pun dilakukan demi
kesehatan fisik dan batin. Kemudian terpikir akan seperti apa ketika waktunya
tiba untuk terjun ke dunia nyata, selepas dari waktu duduk di bangku-bangku
dalam gedung ber-AC yang nyaman sambil memakan buku ini selesai. Kenyataan bahwa
teori dengan praktek tidaklah seajeg itu sudah pernah dirasakan sebelumnya,
akankah diri siap kembali kesana?
Berusaha
atau mati. Semoga prinsip itu masih bisa menyelamatkan identitas diri yang
terancam digerus oleh lingkungan sosial bersama dengan nilai-nilai yang
dianutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar