Jumat, 19 Oktober 2012

Perhatian dan Pemantik Percakapan



“Kata nyokap gue, kalo diem-diem gitu berarti lagi ada setan lewat...”, ucap pria itu ketika berdua dengan seorang wanita. Tertawa berdua. Malu.

                Pada awalnya, tidak terpikirkan untuk bertemu dan berkegiatan bersama pada hari itu. Hal itu disebabkan oleh jadwal yang tidak cocok, diketahui dari beberapa sumber. Namun ketika terjadi percakapan ketika makan siang, semuanya berubah. Setelah berdoa dan tidur siang, pertemuan yang diatur ulang akibat perubahan rencana terjadilah. Menuju beberapa tempat sambil memikirkan akan melakukan apa selanjutnya, berdua. Rasa canggung begitu terasa dalam diri. Malu dan gugup benar-benar menguasai diri pria itu ketika berhadapan dengan wanita satu ini. Lidah menjadi kelu dan otak pun buntu. Bahkan, ketika akan memilih tempat untuk makan, otaknya seperti beku dan melupakan semua tempat yang sudah ia jelajahi. Akhirnya, kesempatan baik untuk mengenal lebih jauh itu pun kurang dimaksimalkan.
                Sebuah percakapan yang baik bisa dimulai dari memberikan perhatian, walaupun sedikit, kepada lawan bicara. Perhatian yang sedikit itu mampu memancing munculnya percakapan karena pada dasarnya manusia itu suka menceritakan tentang dirinya sendiri. Apalagi, bila ada orang yang memperhatikan dan mau mendengarkan ceritanya. Hanya saja, seringkali memberikan perhatian kecil sebagai awal sebuah percakapan tidak semudah itu bisa dilakukan, oleh semua orang. Pengendalian emosi dan ketenangan dibutuhkan untuk mengatasi hal ini. Coba perhatikan lawan bicara. Apa yang bisa ditemukan dan tidak menyinggung hal-hal yang terlalu pribadi, jadikan sebagai pemantik pembicaraan. Contohnya seperti pakaian yang dikenakan, kegiatan yang sedang atau telah dilakukan, dan lainnya. Tunjukkan bahwa antusiame yang tulus ada dalam setiap pertanyaan dan perhatian yang diberikan sehingga orang lain bisa merasa nyaman. Dimulai dari perhatian dan percakapan kecil, pembelajaran akan diri orang lain dan diri sendiri secara resiprokal bisa terjadi dan berlanjut. Namun demikian, perlu diperhatikan bahwa topik pembicaraan dan gesture yang sopan harus tetap dijaga. Ketulusan menjadi kunci utama.
                Ketika akan menuju suatu tempat, kita akan bertanya arah dan jalan seperti apa yang akan ditempuh. Begitu juga ketika akan mengenali dan memperkenalkan diri kepada orang lain. Sedikit banyak, harus diketahui informasi mengenai orang yang menjadi target, baik itu informasi secara umum maupun khusus (contoh: sifat, kepribadian, dan lainnya). Dengan demikian, jalan dan cara yang dipilih sebagai akses pertama untuk membangun kepercayaan dan kedekatan dengan orang itu bisa efektif dan efisien. Contohnya seperti mendekati seseorang yang cepat dan tidak suka dibohongi, jalan yang bisa ditempuh adalah dengan menjadi lebih cepat darinya dan terus jujur disetiap yang dikatakan. Pengetahuan akan diri orang yang menjadi target akan sangat membantu dalam proses mendekatkan diri.
                Tunjukkan diri apa adanya, sejujur dan setulus mungkin. Biarkan penilaian dilakukan oleh lawan bicara secara subjektif. Usaha hanya sampai di bagaimana kita bisa jujur dan tulus menunjukkan diri sampai batas tertentu yang ditentukan oleh diri sendiri. Lupakan hasil, cukupkan ekspektasi, dan maksimalkan usaha. Doa bisa menjadi penenang jiwa yang kalut.

Semoga percakapan-percakapan di kesempatan selanjutnya bisa dimaksimalkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar