Rabu, 26 Desember 2012

Realita Jakarta dan Kehidupan Dewasa Muda


Apakah anda tahu bahwa kebingungan tidak selamanya merugikan? Ya, hal itu baru saja terjadi tadi sore. Ketika semua urusan yang diingat dan bisa dilakukan telah rampung, diri ditinggalkan oleh kesadaran akan kemana tujuan berikutnya. Sempat beberapa kali berdiam diri dan meminggirkan diri dari hiruk pikuk roda dua dan empat. Sempat dihinggapi perasaan sendirian namun ide datang tiba-tiba. Impulsivitas tidak selamanya merugikan dan memberikan dampak yang buruk. Berangkatlah untuk berkeliling ibukota sambil menghindari langit gelap sore itu.

Ternyata, hal yang selama ini rela dilakukan tanpa bayaran sama sekali salah satunya adalah menjelajah ibukota. Entah ada dimana manfaat dari kegiatan ini sehingga bisa menjadi komoditi. Namun, kesenangan tidak harus dinilai secara industri, bukan? Banyak hal yang bisa dilihat dari tiap kesempatan hal ini dilakukan. Mulai dari gedung-gedung menjulang hingga gubuk reyot dari kayu lapuk, mulai dari kotak roda dua yang didorong-dorong hingga roda empat yang kokoh dan mengkilat. Kesenjangan sosial masih menjadi sebuah kenyataan yang semakin lumrah terlihat di ibukota. Baru sadar beberapa waktu lalu saat pertama kalinya mengetahui bahwa ada yang namanya Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Kementrian Sosial. Kira-kira apa yang mereka lakukan ya? Baiklah, tidak perlu dibahas lebih jauh karena hanya bisa tersenyum ketika situsnya dibuka dan dibaca.

Sore itu, pas sekali dengan jam pulang kantor dimana jalanan ibukota, bahkan pada tanggal-tanggal menjelang libur pergantian tahun dan setelah hari raya agama, masih saja dipenuhi kemacetan walaupun tidak separah hari biasanya. Banyak orang dari kalangan pekerja, tua muda, pria wanita,  yang sedang keluar kantor, menunggu angkutan umum, menunggu jemputan suami atau pacar mungkin, atau sama sekali tidak ada yang ditunggu, hanya termenung melihat kemacetan sambil memikirkan nasib yang masih belum tentu berubah dalam beberapa tahun ke depan.

Ekspresi sore itu begitu kaya dan mungkin terus berulang. Kemudian memutuskan untuk masuk ke sebuah belokan di daerah perkantoran elit. Ternyata belokan ini adalah belokan yang mampu membelokkan semua persepsi akan kesan dari daerah perkantoran elit yang biasa hanya terlihat kulitnya saja. Suburban istilahnya bila tidak salah, begitu menarik karena masih saja eksis diantara gedung-gedung yang mencakar langit dan mengakar dalam ke bumi tersebut, perkantoran yang berdiri anggun serta angkuh diantara masyarakat sederhana yang masih mengandalkan siskamling lengkap dengan posnya. Belum berhasil ditemukan alasannya mengapa diri begitu tertarik dengan suasana disana, lengkap dengan hiasan gedung-gedung yang selalu menyapa lewat jendela tiap pagi dan sore hari. Interaksi orang-orang yang teramati begitu menarik dan menyenangkan untuk dinikmati dari atas kuda besi maupun dari warung kopi di sisi jalan. Ingin sekali bisa berinteraksi dengan mereka dan menanyakan beberapa hal untuk menggambarkan kondisi psikologis mereka yang hidup hampir terjepit tuntutan ekonomi dan gedung.

Oh ya, diantara perumahan sederhana tersebut juga berdiri berbagai rumah singgah yang lumayan mewah, rumah-kantor yang berpagar tinggi-tinggi, bahkan apartemen skala kecil, entah apa namanya. Beberapa kali terlihat para ekspat yang keluar masuk mobil maupun rumah-rumah besar itu. Denyut ekonomi masyarakat terasa dan diperkirakan berasal dari mereka-mereka yang tinggal di beberapa kos yang ada disana, tentunya bukan dari yang tinggal di rumah-rumah besar yang terlihat angkuh dan eksklusif itu. “Kos Khusus Wanita Baik2” Salah satu papan kecil dengan panah yang menunjuk ke arah sebuah gang seukuran satu mobil. Rasanya agak tergelitik geli dan penasaran sebenarnya ada apa dengan rumah kos itu sehingga sedemikian gamblangnya menyebutkan kriteria khusus untuk penghuninya. Sempat terpikir juga, apakah terdapat sesuatu yang tidak terlihat yang terjadi pada daerah itu? Perjalanan satu kali dirasa belum cukup untuk menjawab pertanyaan akan hal-hal yang tidak terlihat.

Setelah menemukan ujung dari jalan yang ternyata macet, putar arah pun dilakukan demi kesehatan fisik dan batin. Kemudian terpikir akan seperti apa ketika waktunya tiba untuk terjun ke dunia nyata, selepas dari waktu duduk di bangku-bangku dalam gedung ber-AC yang nyaman sambil memakan buku ini selesai. Kenyataan bahwa teori dengan praktek tidaklah seajeg itu sudah pernah dirasakan sebelumnya, akankah diri siap kembali kesana?

Berusaha atau mati. Semoga prinsip itu masih bisa menyelamatkan identitas diri yang terancam digerus oleh lingkungan sosial bersama dengan nilai-nilai yang dianutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar